Sebuah langkah dan niat awal

Faisol Amin, Aryuda dan aku sendiri pada tanggal 22 Februari 2009 telah bersusah payah mengumpulkan segala daya yang dimiliki
mulai dari niat (he..he..), keberanian, semangat, bahan baku pakan, surat jalan penelitian, alat makan, baju ganti, alat mandi,
alat sholat, de el el..untuk segera memulai penelitian kami yang seharusnya kami sudah memulai penelitian sejak Januari lalu.

Tentunya keterlambatan ini bukan salah kita donk (ciee...ngeles..!) Kita terlambat karena sapi perah yang kita butuhkan masih
belum jelas ketersediaannya, sehingga kita bertiga harus putar otak (akhirnya pusing sendiri..) bagaimana caranya penelitian bisa
tetap berjalan. Alhamdulillah, Bu Herni dosen Rancangan Percobaan kami membantu memberikan solusi penelitian dengan 9 ekor sapi perah dari 15 ekor yang seharusnya. Terima kasih ibuu..
Kami pun berangkat ke lokasi yang ada di Desa Tlekung, Kota Batu, sekitar 15 km dari kampus Brawijaya, dan naik dekat bukit Panderman dan BNS. nah ketika kami datang, kami sudah disambut kepala BPT HMT (Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak) Bu Bekti, dimana pas pada hari tersebut ada rombongan dosen dan mahasiswa Kedokteran Hewan dari kampus Univ Airlangga. "Sudah siap tinggal di asrama? " tanya bU Bekti kepada kami, "Insya Allah siap bu!" jawab kami kompak. Kemudian kami diperkenalkan dengan beberapa staf di kandang seperti Mas Antok (orange guede..), Pak Edi, Mas Wiwit (bagian cooling room), dan pak Pendik (bagian pemerah), mas Agung (anak kandang), dan beberapa staf lain yang masih belum kami kenal. Dan kebetulan banget disini juga sudah ada mahasiswa satu kampus tapi adik kelas yang sedang PKL (Praktik Kerja Lapang) mereka antara lain Harumi Yusinta anak PROTER 2006 dan Hani anak SOSEP 2005. " Wah mas, mau penelitian ya..?" tanya Hani, "insya Allah, soale kita-kita dah ketuaan klo di kampus terus.." jawabku, "Kamu disini PKL, dah berapa lama ?" tanyaku , "Masih 10 hari mas" kata Hani, "Oo, klo kita bakal 6 minggu disini, wah lumayan ada tambahan teman disini"sautku.." Ok mas, kita saling membantu ya..he..." kata Hani.
Sore hari kita cuma mengisinya dengan sedikit acara bersih-bersih asrama (katanya sih angker..hiii...!!) sebagai lokasi kos "gratis" kami. Nah karena kebetulan hari itu aku juga ada Rakerda KAMMI Daerah Malang, terpaksa aku tinggal sebentar balik ke kota Malang. Eh ternyata, karena situasi belum "terdaptasi betul" kedua temanku Faisol dan Yudha, sms aku " Fan kita ikut turun juga ya, soale kurang sip tanpa ada kamu, he...he..., laptopmu kubawain sekalian, kita nikmati malam ini dengan tenang di kosan dulu, ok". wealah, rek-rek..


Al Fatikhah


Al Fatikhah...
Dan 7 gunung terlampaui...

Al Fatikhah...
Dan 7 samudera terseberangi...

Al Fatikhah...
Dan 7 ruang bumi terjelajahi...

Al Fatikhah...
Dan 7 bintang menyinari...

Al Fatikhah...
Dan 7 lapis langit membuka gerbang...

Al Fatikhah...
Dan 7 sinar manusia bersinar terang...

Al Fatikhah...
Dan 7 ayatNya menyingkap kelam...
Berbahagialah...Kau telah melihat wajahNya...

Story of Sapi Perah PFH

Tidak terasa usia bertambah, dan rasa-rasanya uang tidak makin bertambah, hiks. Tapi tenang, insya Allah ilmu makin bertambah, amiiinn..Ni ceritanya saya sedang dalam proses penelitian, yups, penelitian, dan tentunya sudah memasuki tahap antara BAB III dan BAB IV, BAB Niat dah terlewati kok, he...he...Penelitian saya berkisar tentang sapi pakan sapi perah PFH.
Ada yang belum tau sapi perah PFH ? hmm..ok, klo gitu sebagai pendahuluan catatan konyol penelitian saya (mungkin jg ga layak jadi postingan), saya akan coba sebisa mungkin menerangkan sapi perah PFH. Sapi perah PFH adalah sapi perah bangsa FH yang berasal dari wilayah sumber bibit sapi perah di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur) atau hasil persilangan dengan pejantan sapi perah bibit FH yang tidak diketahui kemurniannya. Pada umumnya sapi perah yang ada di Indonesia adalah PFH. Pemuliaan sapi perah di Jawa dimulai sejak dimasukkannya pejantan Friesian Holstein dari negara Belanda oleh Bosma Van Andel pada tahun 1891-1893 di wilayah Kawedanan Tengger Kabupaten Pasuruan, kemudian pada abad ke 20 Indonesia mengimpor sapi FH dari Belanda melalui jawatan kesehatan pusat guna meningkatkan produksi susu dan akhirnya pada tahun 1980 sapi ini mencapai ribuan ekor jumlahnya.
Populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 374.000 ekor dan produksi susu sebanyak 505.000 ton. Di propinsi Jawa Timur populasi sapi perah mencapai 134.043 ekor dengan perkiraan produksi susu 180.958 ton. Ciri-ciri sapi perah PFH antara lain warna belang hitam putih dengan dahi bertanda segitiga warna putih, keempat kaki bagian bawah dan ekor berwarna putih, tanduk pendek dan menjurus ke depan, lambat dewasa, tenang, jinak, tidak tahan panas, muda adaptasi, produksi susu sekitar 2500 kg setiap periode laktasi, lingkar dada pada jantan 193 cm dan betina 180 cm.Satu ekor sapi PFH betina bisa dijual sekitar 13 juta/ekor tergantung kondisi fisiologis dan performa produksi susunya, kalao yang jantan lumayan murah, pedetnya ya masih sekitar 4 jutaan lah untuk usia 1 minggu. Lebih mudahnya kalau kamu maen atau bahkan tinggal didaerah Wonosalam (Jombang), Batu, Malang, Pasuruan, Blitar, Tulungagung, SUkabumi, Bandung pasti ketemu sama sapi yang satu ini. Atau kalau mau mudahnya, doakan saya biar segera lulus dan punya usaha sapi potong dan sapi perah yang besar, tar kuajak liat-liatlah sapi-sapi di kerajaan bisnisku, he..he..

MengenalNya

Tiada warna, hanya nama

Cornwall ParkImage by Chris Gin via Flickr


Hampa….Warna…
Ada....atau Tiada...
Apakah berbeda bagi-Nya?....
Yaa Lathif...Yaa Al Wujud...
Kepada-Nya...
Rasa...
Jiwa...
Raga ini bersujud...

Malang, 15 Februari 2009





Kampanye Unik Caleg PKS

Dinamika demokrasi di Indonesia kini sarat akan kreativitas dan keunikan terutama dalam hal kampanye caleg. Tentunya segala upaya kreatif tersebut dilakukan dalam rangka menggapai kemenangan politik. Saya sendiri agak kagum dengan kreativitas tim pemenangan masing-masing caleg tersebut. Anda bisa lihat pada foto baliho salah satu caleg PKS yang saya tampilkan ini. Iya kan..? Caleg ini menggunakan ikon Po, si Panda lucu dalam film Kung Fu Panda sebagai daya tarik balihonya.
Saya mengenal beberapa kader PKS baik di Jombang maupun di Malang, dan saya tidak heran dengan bakal munculnya model kampanye seperti ini. Lha gimana ndak, kader-kader PKS itu isinya rata-rata anak muda semua, yang rata-rata juga ”maniak” film seperti Kung Fu Panda ini (saya juga sih, he...he..). Bahkan ada stiker caleg PKS pake ikon kartun Naruto, parah kan? Dasar anak-anak, he...he...., well meski demikian saya salut kepada upaya PKS yang mengoptimalkan dana kampanyenya yang terbatas dengan membuat model-model kampanye yang ”lain” daripada yang lain. Semoga kemunculan ikon anak-anak dalam kampanye PKS tidak justru mencerminkan kondisi pemikiran kader mudanya yang masih ”kekanakan", tetapi mencerminkan pandangan yang visioner dan kreatif. Salam

Politik kanibal caleg 2009, neo-politik devide et impera

Semarak baliho dan poster-poster para caleg parpol bertebaran di pinggir jalan-jalan, perempatan, pertigaan, depan pasar, depan taman kota, depan kampus, dan juga rumah calegnya itu sendiri. Jumlahnya kian bertambah sebagaimana waktu pemilu legislatif 2009 semakin dekat pula. Ada orang yang berdecak kagum dengan keberadaan baliho-baliho atau poster tersebut, sambil nyeletuk “ wah habis duit berapa ya para caleg itu? Kalau ngiklannya makin banyak, korupsinya juga bakal makin banyak nih!”.
Ada juga yang senang karena mungkin salah satu poster yang terpampang adalah caleg jagoannya. Tapi ada juga yang buenci alias sebel karena menurutnya baliho caleg itu semakin merusak pemandangan kota, merusak lingkungan dan juga merusak kenyamanan. Saya sendiri relatif setuju dengan yang buenci itu tadi, keberadaan baliho-baliho itu rata-rata tidak sedap dipandang. Belum lagi konten kata-kata propaganda yang dilontarkan, yang menurutku membodohi dan tidak mendidik, ada yang “Tegakkan kebenaran-lah”, ada yang “iki lho caleg dulur dhewe”, ada yang “timbang mumet, mending pancet”, ada yang “Kami beri bukti, bukan janji”, ada yang cucu, putra, putri atau keponakan ulama-lah, bahkan yang paling lucu “Jeritan rakyat harus dijadikan dasar kebijakan untuk mengangkat nasib rakyat kecil”. Onok-onok ae wong-wong iku...
Apa boleh buat, itulah caleg. Seribu janji kau tebarkan, sejuta ingkar kau laksanakan. Dinamika sistem demokrasi di negara kita ini boleh dibilang cukup menarik atau mungkin sangat menarik. Sejak Reformasi 1998, sistem demokrasi dan perpolitikan negeri zamrud katulistiwa ini terus bergeliat. Sebagaimana yang bisa kita lihat sekarang, Indonesia yang baru 64 tahun merdeka sudah muncul sebagai negara dengan sistem pilpres langsung yang bener-bener langsung-sung. Benar-benar luar biasa. Ke-demokrasi-an negara ini makin menjadi dengan dikeluarkannya keputusan MK yang mengabulkan gugatan uji materiil atas Pasal 124 huruf a, b, c, d dan e UU No 10/2008 tentang Pemilu. Dengan demikian, penetapan caleg terpilih pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem nomor urut dan digantikan dengan sistem perolehan suara terbanyak. Rata-rata sih kalau saya amati dari statemen-statemen (opo se statemen..? ) para caleg pada tidak setuju dengan keputusan MK tersebut. Tapi siapa sih di negeri ini yang bisa membatalkan keputusan MK? Dampak keputusan ini bisa kita saksikan sekarang ini. Poster, baliho, iklan TV, iklan koran para caleg parpol “GENTAYANGAN” menghantui masyarakat. Para caleg tersebut berupaya keras agar rakyat kenal dan simpatik (bukan Mentarik atau IM3ik, he...) terhadap pencalonan mereka. Logika nomor jadi seorang caleg, boleh dikata tidak berlaku lagi.
Jika dulu sebelum keputusan MK, para caleg biasanya “hanya” saling menjelekkan atau men-demarketing caleg dari parpol lain. Sekarang semua berubah. Karena harus meraup suara sebanyak-banyaknya di suatu dapil, seorang caleg pun tega menjelek-jelekkan rekan caleg se-parpol. Saya menyebut fenomena ini sebagai “politik kanibal” dari para caleg. Kanibal banyak juga dikenal di dunia hewan terutama peternakan, seperti pada ayam pedaging, ayam petelur yang kadang mematuki badan atau telur sendiri dan “rekan sesama ayamnya” hingga luka-luka dan bahkan mati. Demikian juga dengan fenomena politik kanibal para caleg tersebut. Para caleg itu saling mematuk caleg parpol lain sembari mematuk caleg rekan sesama ayamnya, eh sori, maksudnya sesama parpolnya. Teman-teman tau tidak fenomena ini mirip dengan fenomena apa? Yup, anda benar.. fenomena politik kanibal ini mirip dengan fenomena politik adu domba VOC terhadap kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara dulu. Jika demikian, apakah keputusan MK tersebut juga bagian dari neo-politik devide et impera negara imperialis modern?..Nah..

Ponari oh Ponari, Njombang maneh rek..!


Wheew...tidak lama setelah kasus "mas Ryan" yang menghiasi headline media massa Indonesia, muncul kembali "tokoh" Njombang yang tiba-tiba terkenal. Orang itu (lebih tepat anak itu kali ya, he...) bernama Ponari, arek Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Njombang puol.

Saya sendiri ketika baca kasusnya yang diberitakan telah menelan korban tewas 4 orang akibat desek-desekan jadi gak habis pikir. Njombang-njombang...sepertinya ndak pernah kehabisan berita ya, terutama berita sing elek-elek, he...he..., ya berita bagusnya cuma sekali di Tempo tentang Man of The year dari Jombang yaitu Bupati Terpilih Pak Suyanto. Njombang-njombang, sumber tokoh kontroversi di Indonesia, dan mungkin paling banyak kali. aduuh...kapan ya hal-hal kayak gini tidak menghiasi Jombang, tanah kelahiranku...? hiks...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...