Harga susu formula naik, kesejahteraan peternak sapi perah tidak juga membaik


susu kemasan
Pada bulan Juli semua biaya kebutuhan mengalami kenaikan, tidak hanya biaya kuliah yang melanda sebagian besar mahasiswa baru di Indonesia tapi juga para ibu konsumen susu formula bagi anak-anak mereka. Kenaikan harga susu formula yang dipekirakan sekitar 10-15% secara bertahap ini dirasakan sangat memberatkan bagi sebagian masyarakat menengah kebawah. Namun fenomena ini “bisa” dikatakan tak dapat dihindari, hal ini dikarenakan sebagian besar pasokan sebagian besar raw material milk bagi industri susu formula diimpor dari Australia dan New Zealand. Dimana diisukan terjadi kekeringan besar yang menyebabkan penurunan produksi susu dan pengurangan jatah ekspor susu ke Indonesia. Sesuai dengan hukum ekonomi bahwa ketika supply komoditas turun, demand komoditas naik, maka harga komoditas akan naik.
Kenaikan harga susu akan berdampak pada berkurangnya tingkat konsumsi susu oleh anak-anak terutama usia balita. Ini bisa sangat berbahaya dampaknya apabila sebagian besar balita di Indonesia kekurangan asupan nutrien yang cukup akibat naiknya harga susu formula. Secara makro, bayang-bayang penurunan kualitas pertumbuhan dan perkembangan balita sangat mungkin terjadi dan akan berdampak besar bagi keberlanjutan bangsa ini. Sehingga membutuhkan penanganan khusus yang komprehensif dan segera agar hal tersebut tidak terjadi.
Namun demikian, kenaikan harga susu formula ini dirasakan oleh banyak peternak sapi perah belum mampu mengatrol kesejahteraan mereka. Tanpa bermaksud mengecilkan hati mayoritas peternak kita, peternakan yang ada sekarang dinilai banyak kalangan nilai ekonomisnya kecil. Lebih dari 90 % model peternakan sapi perah yang diterapkan di Indonesia adalah peternakan kecil dengan rataan populasi sapi laktasi 3 ekor. Hal ini menyebabkan tingkat total cost produksi susu lebih tinggi daripada tingkat penerimaan (benefit) sehingga rasio B/C usaha yang dijalankan dibawah angka 1. Permasalahan total cost produksi kian berat mana kala harga konsentrat ikut melambung akibat naiknya harga beberapa bahan baku pakan seperti jagung dan pollard beberapa waktu yang lalu.
Lindungi konsumen, lindungi peternak
Peningkatan kesejahteraan peternak sapi perah hanya dapat meningkat ketika total cost produksi dapat ditekan dan tingkat penerimaan (benefit) dapat meningkat lebih tinggi dari cost produksi. Pakan sebagai salah satu komponen biaya usaha yang paling besar (+60%) dapat ditekan dengan memanfaatkan berbagai bahan pakan lokal yang lebih murah karena cenderung tidak terpengaruh kondisi pasar internasional dan menerapkan metode formulasi pakan yang tepat. Disini peran Dinas Peternakan dan akademisi sangat diperlukan untuk membantu menekan biaya pakan peternak. Agar seluruh peternak bersemangat dalam menjalankan usahanya, perlu dilakukan pemberian subsidi harga oleh pemerintah sehingga posisi harga susu menguntungkan peternak namun juga diusahakan tidak memberatkan konsumen. Tanpa dilakukan sosialisasi tentang pentingnya air susu bagi bangsa sekalipun, peternak akan dengan sigap menjalankan usaha peternakannya dengan lebih serius. Sehingga dengan sendirinya, tingkat produksi air susu segar nasional akan mengalami peningkatan dan mencapai swasembada. Namun langkah subsidi di tingkat peternak juga harus dibarengi dengan persyaratan ketat kelayakan air susu yang berkualitas baik sesuai standar. Pemberian bantuan peralatan produksi, pinjaman dengan kredit lunak dan intervensi pemerintah dalam memperkecil kuota impor susu juga akan melindungi eksistensi peternak lokal.
Bangkitkan peternakan perah nasional
Program Revolusi Putih yang dicanangkan pemerintah beberapa waktu yang lalu di Sukabumi, Jawa Barat patut diapresiasi sebagai bentuk good will pemerintah menggapai swasembada susu nasional. Namun program tersebut perlu terus dikawal agar pelaksanannya sesuai dengan rencana dan terus mengalami perkembangan. Mengingat selama ini tidak sedikit program pemerintah di bidang peternakan yang jalan ditempat dan bahkan gagal.Sebagaimana yang kita ketahui, pembangunan persusuan nasional yang stabil dan tangguh tidak cukup diserahkan kepada Departemen Pertanian saja. Konsep yang dibuat harus meliputi pemikiran-pemikiran dari ahli peternakan, ahli pangan, ahli ekonomi, ahli infrastruktur, praktisi susu yang kompeten, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, dan pihak perbankan. Seluruh pemikiran yang ada dikumpulkan dan digodok untuk menghasilkan formula pembangunan yang tepat. Apabila serba jalan sendiri-sendiri, maka sulit untuk bangkit bersaing dengan negara lain.Negara ini sangat kaya akan sumber daya alam dan memiliki lahan potensial yang sangat luas, maka sangat disayangkan jika negara ini terus-terusan kalah dalam menangani susu dibandingkan negara lain. Negara lain seperti Selandia Baru, Belanda, Amerika dan Swiss sudah lama melakukan ekspor, negara kita masih berkutat dengan permasalahan peningkatan produksi. Bahkan negara tetangga terdekat, Malaysia sudah mulai mengungguli Indonesia.
Paradigma lama harus diubah
Ada dua kemungkinan mengapa produk susu lokal di Indonesia selama ini belum ditangani secara serius, yaitu karena produk susu belum dianggap sama vitalnya dengan beras dan minyak goreng. Sehingga alokasi dana pemerintah dalam mengembangkan peternakan dan industri susu lokal sangat kecil sehingga tidak begitu banyak memberikan dampak positif. Hampir setiap tahun, kondisi peternakan perah mengalami stagnansi dan bahkan mengalami penurunan akibat salah penanganan.
Penanganan susu sebagai salah satu komoditas pangan bangsa harus dilakukan secara serius dan profesional setara dengan komoditas lain seperti beras, minyak goreng, telur dan daging. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti susu dijadikan komoditas politik untuk menekan peranan Indonesia dalam melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Kesadaran jangka panjang untuk melindungi generasi bangsa dan peternak lokal perlu dimiliki oleh pihak penentu kebijakan sehingga setiap kebijakan yang dibuat tidak merugikan banyak pihak, terutama konsumen dan peternak.
 Sepakat?....

(Kos-kosan ASC JL. Kertosentono 45A, Malang, 18 Juli 2007)

2 comments:

  1. selalu saja seperti itu.
    setiap kenaikan barang atau produk, entahkah itu ternak atau hasil tani, jarang sekali produsen yg mendapat keuntungan. produsen kecil hanya bisa gigit jari...

    ReplyDelete
  2. nasib produsen dalam tata niaga di Indonesia hampir selalu kalah oleh distributor yg mengambil added value dalam setiap titik perpindahan barang menuju konsumen....pemerintah harusnya lebih aware lagi dalam hal ini jika pengen petani-peternak nya tetep eksis...
    salam kenal mas rahmat..:)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...