Nampaknya iklan politik PKS (Partai Keadilan Sejahter) di media elektronik yang memuat sejumlah tokoh nasional termasuk mantan Presiden Soeharto menjadi blunder politik yang tak berkesudahan. Pasca
awal penayangan iklan tersebut, sikap kontra ditunjukkan oleh sejumlah tokoh ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah yang merasa tidak terima apabila tokohnya dimuat dalam iklan politik tersebut. Kini sikap kontra justru ditunjukkan dari internal PKS sendiri, tidak tanggung-tanggung, Dr. Hidayat Nurwahid sendiri yang menyatakan hal tersebut. Beliau menyatakan bahwa keputusan untuk mengikutkan ikon Soeharto dalam iklan tersebut bukanlah keputusan resmi partai, melainkan keputusan sepihak faksi dalam PKS (Jawa Pos, 22/11/2008).
Saya pribadi bergumam dalam hati ”Waduh bakal cilaka nih kalau ndak ada klarifikasi dan penjelasan dari internal ke kader yang ada di bawah!”. Karena dengan pernyataan demikian kan menunjukkan adanya ketidaksolidan internal pimpinan PKS dalam menentukan langkah pencitraan PKS di masyarakat dalam rangka Kemenangan Dakwah 2009. Ini bisa terus berimbas bahkan hingga di tingkat halaqoh kader, kader akan bertanya-tanya ada apa gerangan di atas?..Karena selama ini struktur organisasi PKS selalu menggunakan instrumen yang bernama ”syuro” dalam membahas permasalahan dan membuat keputusan atas permasalahan yang di hadapi.
Ustadz Anis Matta dalam bukunya yang berjudul ” Menikmati Demokrasi” mengatakan bahwa seyogyanya tidak ada protes, keluhan atau ketidakpuasan atas suatu keputusan yang dibuat melalui syuro. Protes, keluhan, usul dan lainnya harus ditumpahkan dalam syuro agar bahan baku syuro dalam mengambil keputusan akan lebih mengakomodir seluruh pemikiran peserta syuro. Hal ini juga akan mengasah kedewasaan bersikap dan berpikir kader PKS dalam dinamika dakwah yang selalu mengalami pasang surut.
Kalau kita amati kasus pemunculan Soeharto dalam iklan politik PKS dinilai Dr. Hidayat Nurwahid tidak melalui persetujuan majelis syuro DPP PKS. Ini artinya faksi atau mungkin bahkan individu yang ”meloloskan” Soeharto dalam iklan politik tersebut adalah faksi atau individu yang memiliki pengaruh kuat di internal maupun eksternal. Karena secara logika organisasi, dalam konteks PKS, sangat tidak mungkin ada sebuah keputusan strategis yang berkenaan dengan publik secara langsung tanpa sepengetahuan majelis syuro. Berarti ada sebuah ”pemaksaan” keputusan tambahan agar Soeharto dimunculkan sebagai ikon pahlawan dan guru bangsa dalam iklan politik PKS. Masalahnya siapakah individu atau faksi tersebut? Yang jelas hanya internal DPP PKS yang tahu. Saat ini yang lebih penting adalah bagaimana cara yang paling tepat untuk menjelaskan permasalahan ini kepada kader dan juga masyarakat. DPP PKS juga harus melakukan muhasabah terhadap ”celah” saluran keputusan strategis partai agar kasus serupa tidak terulang. Perjuangan dakwah di tahun 2009 membutuhkan energi besar, strategi jitu dan rapatnya barisan karena rival dakwah yang dihadapi semakin kompleks dan kuat. Sebagai penutup tulisan ini marilah kita baca kembali QS. Ash Shaff ayat 4 "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh".
Saya pribadi bergumam dalam hati ”Waduh bakal cilaka nih kalau ndak ada klarifikasi dan penjelasan dari internal ke kader yang ada di bawah!”. Karena dengan pernyataan demikian kan menunjukkan adanya ketidaksolidan internal pimpinan PKS dalam menentukan langkah pencitraan PKS di masyarakat dalam rangka Kemenangan Dakwah 2009. Ini bisa terus berimbas bahkan hingga di tingkat halaqoh kader, kader akan bertanya-tanya ada apa gerangan di atas?..Karena selama ini struktur organisasi PKS selalu menggunakan instrumen yang bernama ”syuro” dalam membahas permasalahan dan membuat keputusan atas permasalahan yang di hadapi.
Ustadz Anis Matta dalam bukunya yang berjudul ” Menikmati Demokrasi” mengatakan bahwa seyogyanya tidak ada protes, keluhan atau ketidakpuasan atas suatu keputusan yang dibuat melalui syuro. Protes, keluhan, usul dan lainnya harus ditumpahkan dalam syuro agar bahan baku syuro dalam mengambil keputusan akan lebih mengakomodir seluruh pemikiran peserta syuro. Hal ini juga akan mengasah kedewasaan bersikap dan berpikir kader PKS dalam dinamika dakwah yang selalu mengalami pasang surut.
Kalau kita amati kasus pemunculan Soeharto dalam iklan politik PKS dinilai Dr. Hidayat Nurwahid tidak melalui persetujuan majelis syuro DPP PKS. Ini artinya faksi atau mungkin bahkan individu yang ”meloloskan” Soeharto dalam iklan politik tersebut adalah faksi atau individu yang memiliki pengaruh kuat di internal maupun eksternal. Karena secara logika organisasi, dalam konteks PKS, sangat tidak mungkin ada sebuah keputusan strategis yang berkenaan dengan publik secara langsung tanpa sepengetahuan majelis syuro. Berarti ada sebuah ”pemaksaan” keputusan tambahan agar Soeharto dimunculkan sebagai ikon pahlawan dan guru bangsa dalam iklan politik PKS. Masalahnya siapakah individu atau faksi tersebut? Yang jelas hanya internal DPP PKS yang tahu. Saat ini yang lebih penting adalah bagaimana cara yang paling tepat untuk menjelaskan permasalahan ini kepada kader dan juga masyarakat. DPP PKS juga harus melakukan muhasabah terhadap ”celah” saluran keputusan strategis partai agar kasus serupa tidak terulang. Perjuangan dakwah di tahun 2009 membutuhkan energi besar, strategi jitu dan rapatnya barisan karena rival dakwah yang dihadapi semakin kompleks dan kuat. Sebagai penutup tulisan ini marilah kita baca kembali QS. Ash Shaff ayat 4 "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh".
Orang yang keblinger tersebut adalah Anis Matta dan Hilmi Aminuddin!!!
ReplyDelete