Family Poultry Farming

Bagi anda yang punya saudara tinggal di kampung, teman di kampung, orang tua di kampung atau anda sendiri tinggal di kampung, pasti tidak asing dengan keberadaan ayam kampung
yang bebas berkeliaran kesana-kemari. Ayam-ayam tersebut dipelihara secara sederhana, biasanya tujuan dari peternakan tersebut sederhana yaitu untuk “tabungan” daging ketika dibutuhkan kalau mau mengadakan hajatan atau sekedar pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi keluarga. Pola peternakan ayam semacam ini dalam ilmu perunggasan dunia dikenal dengan istilah Family Poultry Farming atau Beternak Unggas skala Rumah Tangga, agak keren ya istilahnya?..he..he.., well biasa aja mungkin.
Beternak unggas semacam ini banyak ditemui di negara berkembang Asia seperti Indonesia, Vietnam, Kamboja, Thailand, sebagian kecil Cina dan bahkan di masa lalu penduduk Amerika juga beternak ayam semacam ini. Kalau sering lihat film sejarah koboi kayak The Magnificent Seven atau Shaolin Kungfu yang dibintangi David Carradine, pasti menemui pola kehidupan para koboi yang beternak unggas seperti ayam dan kalkun dalam skala rumah tangga. Khusus di Indonesia pola beternak semacam ini sangat diminati oleh sebagian besar keluarga dari kalangan petani, peternak, guru, pedagang pasar dan bahkan nelayan. Begitu diminati karena sangat mudah dan hasilnya juga lumayan. Pakan yang diberikan cukup dari sisa-sisa makanan rumah, limbah hasil gilingan padi, rayap rumah, cacing, siput dan beberapa hewan kecil disekitar rumah. Dampaknya adalah setiap limbah makan rumah tangga hampir 100 % termanfaatkan kembali melalui unggas yang dipelihara disekitar rumah.
Jenis unggas yang biasa dipelihara pada jenis peternakan seperti ini antara lain ayam kampung, entog dan angsa. Ayam kampung atau ayam buras memiliki nilai jual karkas/daging yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan ayam potong ras, satu kilogram karkas ayam kampung sekitar Rp. 20.000-25.000,- pada waktu normal, tidak menjelang hari raya atau tahun baru. Sedangkan karkas ayam potong ras hanya berkisar pada Rp.12.000-14.000,- pada waktu normal. Rasa daging ayam kampung yang lembut, aromanya wangi dan warnanya khas kekuningan menjadikan daging ayam kampung memiliki segmen dan kelas konsumen tersendiri di beberapa restoran berbintang. Di Cina, ayam kampung adalah bagian dari bahan kuliner yang begitu digemari karena kelezatannya yang tiada tara, ya aku sendiri belum nyoba sih, he…he….
Namun dalam penilaian sebagian para ahli unggas, peternakan model ini rentan terhadap timbul dan penyebaran penyakit hewan menular. Alasan utama adalah mengenai lemahnya biosekuriti atau penjagaan ayam dari ancaman makhluk hidup mikro yang bersifat patogen. Berbeda dengan peternakan modern yang sudah menggunakan model kandang tertutup (closed house), manajemen pakan dan manajemen biosekuriti yang ketat dan modern. Baru-baru ini Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dalam mengadakan seminar nasional bertopik”Bioteknologi Peternakan dan Family Poultry Farming : Pengembangan di Masa Mendatang”. Seminar tersebut juga membahas fenomena family poultry farming di Indonesia yang saat ini cukup besar. Panelis bernama Dr. L. Hardi Prasetya dari MIPI (Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia) dan Dr. Desianto B. Utomo dari PT. Charoend Phokpand Indonesia merekomendasikan untuk memperbaiki pola peternakan unggas skala rumah tangga yang cenderung melepas bebas ternaknya di alam sekitar. Hal demikian menurut mereka akan sangat rentan tertular penyakit seperti Flu Burung (AI) yang sampai saat ini telah menelan korban sekitar 64 orang dalam kurun waktu 2004-2008.
Aku sendiri berpikiran pendapat kedua ahli tersebut juga sangat relatif, coba diingat pada sekitar 2005-2006 peternakan unggas yang hancur akibat serangan virus Flu Burung adalah peternakan modern yang sudah menggunakan manajemen biosekuriti yang sangat ketat. Sedangkan peternakan ayam ala rumahan ibu-ibu tidak terkena wabah tersebut, kalaupun ada ya satu dua kasus saja. Oleh dosen saya Prof. Lukman Hakim, dikatakan bahwa ayam kampung yang banyak dipelihara masyarakat saat ini masih mewarisi sifat ayam hutan asli yang tahan terhadap penyakit.Namun langkah antisipasi dengan merubah cara beternak dari ayam lepas menjadi dikandangkan juga penting karena perkembangan virus patogen sangat cepat dan mudah beradaptasi. Tapi sekali lagi saya berpikiran jangan sampai karena ketakutan yang membabi buta terhadap virus Flu Burung, menyebabkan keinginan para Ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang murah bagi keluarganya, malah jadi keder sehingga banyak ayamnya yang dijual lagi atau langsung dipotong semuanya. Jika demikian yang terjadi, wah bisa-bisa pada akhirnya telur dan daging ayam kampung saja kita juga harus impor. Lagi…lagi….sedihnya….

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...