Pertanian dan Peternakan, sebagai batu bata fundamental perekonomian Indonesia

Seperti yang sudah diketahui saat ini, dunia mengalami krisis financial global yang dipicu krisis kredit property di Amerika Serikat. Krisis yang menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan dana talangan US$ 700 juta tersebut pada akhirnya melumpuhkan perekonomian AS sendiri dan tentunya “menular” ke Negara lain di Eropa, Afrika dan Asia, termasuk juga di Indonesia
Saya membaca di beberapa Koran harian mengenai krisis financial global ini, dampaknya memang sungguh luar biasa. Terlihat dalam harian yang terbit beberapa hari ini mengenai dampak krisis tersebut, gambar para pialang saham dari beberapa Negara di Eropa dan Asia yang sedih, menutupi wajah dan seperti hampir menangis. Saya baca dibawah gambar tersebut tulisan yang menerangkan mereka yang sedih tersebut disebabkan beberapa persen asset mereka dalam saham menguap begitu saja akibat krisis ini. Duh, rasanya gimana ya klo satu menit yang lalu kita punya asset milyaran rupiah dan dalam satu menit berikutnya semuanya tiba-tiba raib begitu saja..?
Pemerintah Indonesia yang menerapkan system perekonomian hasil jiplakan dari Amerika Serikat pun lumayan panic, meski dalam keterangan persnya selalu menyatakan agar masyarakat tidak panic. Dibuatlah beberapa kebijakan yang saya sendiri belum ngeh, salah satunya menaikkan BI rate. He..he.., maklum belum begitu dalam belajar tentang perbankan. Tapi yang saya ketahui dari berita lain bahwa kunci untuk menolong Indonesia dari krisis ini adalah penguatan ekonomi di sector riil. Kalau anda belum mengerti apa itu sector riil, contoh paling mudah ya itu si abang bakso yang jualan di pinggir jalan, ibu-ibu jual gorengan, warung tegal, gerobak es cendol, petani di sawah, peternak sapi perah itulah contoh sector riil atau ekonomi mikro. Atau dalam bahasa kerennya teman-teman ekonomi disebut UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Opini dari para ahli pun bermunculan untuk sumbang pemikiran tentang solusi menghadapi krisis ini terutama dalam jangka panjang. Di harian Kompas edisi 18 Oktober 2008 terdapat artikel berita yang cukup menarik berjudul “Pertanian Harus Diselamatkan”. Artikel tersebut membahas hasil diskusi “ Peluang Pertanian di Tengah Krisis Keuangan Global” di Institut Pertanian Bogor. Inti dari artikel tersebut adalah pemerintah harus segera menerapkan kebijakan ekonomi yang pro pertanian, karena pertanian merupakan bagian dari fundamental ekonomi negara.
Saya sependapat dengan apa yang dinyatakan dalam artikel tersebut, tidak hanya pertanian, peternakan pun bagian dari fundamental ekonomi bangsa ini. Karena dari kedua sektor tersebut, harapan terhadap ketersediaan pangan negara ini ditambatkan. Bayangkan saja, apabila pemerintah masih saja belum memberikan kebijakan yang bersifat melindungi petani-peternak seperti proteksi harga komoditas saat panen raya, proteksi harga saprotan (sarana produksi pertanian) dan sapronak (sarana produksi peternakan), dan beberapa kebutuhan lain. Padahal petani-peternak termasuk golongan ‘pengusaha’ yang tergantung pada kredit pinjaman bank atau lembaga keuangan mikro untuk mengawali usahanya. Petani-peternak dengan ‘daya’ modal yang lemah, melakukan gambling dengan meminjam uang sebagai modal usaha. Ketika krisis ini semakin luas dan nyatanya demikian, pertanian dan peternakan akan terlibas habis karena tidak dapat bertahan. Apa jadinya kalau negara ini sudah tidak memiliki lagi petani yang menanam padi, jagung, kedelai di lahannya? Apa jadinya negara ini kalau sudah tidak memiliki lagi peternak yang memelihara ayam potong atau sapi perah? Apa jadinya klo masyarakat petani yang sudah tidak punya keahlian lain selain bertani, terpaksa menganggur karena sudah tidak ada hasil yang diharapakan? Berapa juta pengangguran yang akan timbul ? Klop deh akhirnya, setelah krisis global berakhir, Indonesia terpaksa kembali melakukan impor bahan pangan dari negara lain, pengangguran naik, kemiskinan naik. Pada akhirnya ledakan gejolak sosial yang terjadi, bisa jadi persis yang terjadi pada saat krisis moneter 1998. Duh...
Menurut saya pemerintah Indonesia terutama tim ekonominya harus segera merumuskan dan melaksanakan kebijakan perekonomian makro yang pro petani-peternak. Kebijakan yang membuat denyut hidup industri berbasis komoditas pertanian semakin keras. Jangan hanya pengusaha properti atau migas saja yang dilindungi. Petani-peternak yang notabene banyak orang kecil harus diprioritaskan juga. Negara maju seperti AS dan Cina begitu memperhatikan sektor penghasil pangan mereka yaitu pertanian dan peternakan, meski ditengah krisis global ini. Dalam pandangan saya, kedua negara maju tersebut sudah sangat lama menganggap pertanian dan peternakan adalah bagian dari batu bata pembangun fundamental perekonomian negara. Mengapa Indonesia tidak? Sadarlah Pak SBY yang doktor pertanian, bahwa pertanian dan peternakan di negara kita harus dilindungi agar negara kita punya harapan untuk ‘selamat’. Duh siapa saya ya, kayak udah ahli aja mengingatkan SBY segala, he...he....

2 comments:

  1. Saya setuju dengan artikel diatas... bahwa yang namanya ekonomi kerakyatan bisa dimulai dari pertanian dan peternakan. agak aneh memang, klo dinegara2 maju petani dan peternak diberikan proteksi oleh pemerintahnya... tapi di Indonesia kok enggak ya... malah terkesan acuh2 aja. ini sih menurut sy yg bkn seorang ahli pertanian... :D.

    ReplyDelete
  2. trims atas komentarnya mas...karena sejatinya negara ini terlahir dg SDA yg kaya..sudah semestinya sektor seperti pertanian, peternakan dan bahkan perikanan dan kehutanan diproteksi, dibina dan didanai dengan maksimal..agar bisa memberikan kontribusi kesejahteraan yg riil bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani dan stakeholdersnya...sama mas, aku juga bukan ahli pertanian...;D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...