“Bagi sapi, pencapaian performa yang baik berawal dari lambung yang sehat”
Oleh: drh Teresia Metalestari Kahu. Sapi masuk dalam golongan hewan ruminansia, karena itu kondisi lingkungan rumen menjadi bagian penting untuk menjaga performa sapi. Secara prinsip, tak beda halnya dengan mamalia umumnya, sistematika organ pencernaan sapi mengikuti urutan: esophagus, lambung, usus kecil (yang terdiri dari duodenum, jejunum, ileum), usus besar, dan anus. Organ-organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing.
Yang membedakan, lambung ruminansia dikenal dengan istilah lambung ganda, memiliki 4 bagian yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum dengan sistem kerja masing-masing yang spesifik. Dari 4 bagian lambung ganda tersebut, rumen adalah faktor yang paling penting. Inilah yang membedakan sapi dengan hewan yang lainnya, karena awal segalanya tergantung pada kondisi rumen. Tak pelak, tuntutan jenis makanannya pun berbeda ketimbang jenis hewan lainnya.
Rumput atau pakan yang sudah setengah dikunyah oleh mulut akan masuk ke rumen. Lalu diolah oleh rumen dan secara bersamaan akan bercampur dengan air yang masuk ke rumen. pH (tingkat keasaman) normal rumen adalah lebih dari 5,5. Hasil olahan dari rumen akan masuk ke dalam reticulum dan ditekan menjadi setengah ukurannya.
Hasil ini akan kembali ke mulut sebanyak 40 - 60 kali selama 1 menit. Proses pengembalian ke mulut ini dikenal dengan istilah regurgitasi (memamah biak). Sedangkan peran omasum dan abomasum lebih banyak untuk menyerap air dan menekan ukuran jadi lebih kecil lagi.
Berbeda dengan hewan berlambung tunggal, di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang bertugas menyediakan energi untuk metabolisme. Ketika nutrisi memasuki bagian rumen, mikroorganisme dalam rumen akan bertugas mengolah nutrisi pakan sehingga mudah diserap dan digunakan oleh tubuh. Mikroorganisme tersebut ada yang termasuk dalam golongan bakteri gram positif (+) dan gram negatif (-) (lihat tabel).
Hasil fermentasi bakteri-bakteri tersebut adalah Volatile Fatty Acid (VFA) yang akan digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh sapi. VFA yang dihasilkan dapat berupa asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat. Selain itu fermentasi menghasilkan gas buangan methane, serta karbondioksida yang akan dibuang melalui saluran pembuangan.
Bagi sapi, gangguan pada lambung akan nyata berpengaruh terhadap pencapaian performa. Pasalnya, pemanfaatan energi yang dihasilkan oleh mikroba terganggu, sehingga target akhir tidak tercapai. Beberapa gangguan lambung yang kerap dialami sapi di lapangan antara lain displasia abomasum, ketosis, bloat, dan acidosis.
Kejadian displasia abomasum, ketosis, bloat, dan acidosis sering terjadi, sayangnya sangat jarang teramati karena gejala klinis yang tidak terlalu nampak. Kerugian biasanya diderita peternak akibat kasus penyakit sudah melanjut dan sapi kehilangan nafsu makannya. Karena itu, idealnya peternak sapi memiliki program kesehatan (seperti medikasi dan ransum atau pakan) berdasarkan performa akhir yang diinginkan.
Lebih bagus lagi apabila melibatkan peran serta dokter hewan di dalamnya sehingga penanganan kesehatan menjadi lebih optimal. Pengetahuan penyakit ini diperlukan agar peternak sapi mampu mengidentifikasi penyakit ternaknya sedini mungkin dan segera melaporkannya ke dokter hewan terdekat.
Yang membedakan, lambung ruminansia dikenal dengan istilah lambung ganda, memiliki 4 bagian yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum dengan sistem kerja masing-masing yang spesifik. Dari 4 bagian lambung ganda tersebut, rumen adalah faktor yang paling penting. Inilah yang membedakan sapi dengan hewan yang lainnya, karena awal segalanya tergantung pada kondisi rumen. Tak pelak, tuntutan jenis makanannya pun berbeda ketimbang jenis hewan lainnya.
Rumput atau pakan yang sudah setengah dikunyah oleh mulut akan masuk ke rumen. Lalu diolah oleh rumen dan secara bersamaan akan bercampur dengan air yang masuk ke rumen. pH (tingkat keasaman) normal rumen adalah lebih dari 5,5. Hasil olahan dari rumen akan masuk ke dalam reticulum dan ditekan menjadi setengah ukurannya.
Hasil ini akan kembali ke mulut sebanyak 40 - 60 kali selama 1 menit. Proses pengembalian ke mulut ini dikenal dengan istilah regurgitasi (memamah biak). Sedangkan peran omasum dan abomasum lebih banyak untuk menyerap air dan menekan ukuran jadi lebih kecil lagi.
Berbeda dengan hewan berlambung tunggal, di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang bertugas menyediakan energi untuk metabolisme. Ketika nutrisi memasuki bagian rumen, mikroorganisme dalam rumen akan bertugas mengolah nutrisi pakan sehingga mudah diserap dan digunakan oleh tubuh. Mikroorganisme tersebut ada yang termasuk dalam golongan bakteri gram positif (+) dan gram negatif (-) (lihat tabel).
Hasil fermentasi bakteri-bakteri tersebut adalah Volatile Fatty Acid (VFA) yang akan digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh sapi. VFA yang dihasilkan dapat berupa asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat. Selain itu fermentasi menghasilkan gas buangan methane, serta karbondioksida yang akan dibuang melalui saluran pembuangan.
Bagi sapi, gangguan pada lambung akan nyata berpengaruh terhadap pencapaian performa. Pasalnya, pemanfaatan energi yang dihasilkan oleh mikroba terganggu, sehingga target akhir tidak tercapai. Beberapa gangguan lambung yang kerap dialami sapi di lapangan antara lain displasia abomasum, ketosis, bloat, dan acidosis.
Kejadian displasia abomasum, ketosis, bloat, dan acidosis sering terjadi, sayangnya sangat jarang teramati karena gejala klinis yang tidak terlalu nampak. Kerugian biasanya diderita peternak akibat kasus penyakit sudah melanjut dan sapi kehilangan nafsu makannya. Karena itu, idealnya peternak sapi memiliki program kesehatan (seperti medikasi dan ransum atau pakan) berdasarkan performa akhir yang diinginkan.
Lebih bagus lagi apabila melibatkan peran serta dokter hewan di dalamnya sehingga penanganan kesehatan menjadi lebih optimal. Pengetahuan penyakit ini diperlukan agar peternak sapi mampu mengidentifikasi penyakit ternaknya sedini mungkin dan segera melaporkannya ke dokter hewan terdekat.
Displasia Abomasum (DA)
Terjadi salah letak abomasum. Kesalahan letak ini dapat diakibatkan oleh akumulasi gas yaitu methane dan karbondioksida. Dari 5 ekor sapi yang mengalami DA, 4 di antaranya berada pada sisi kiri. Dan rata-rata, pada tiap 100 ekor sapi ada 2 ekor mengalami DA. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh NADIS (National Animal Disease Information Service) pada 2003, gejala klinis yang muncul adalah tidak makan, penurunan produksi susu, kolik (nyeri pada perut) ringan, diare, dan 80% dari kasus DA diawali oleh kejadian ketosis subklinis. (Bersambung)
Terjadi salah letak abomasum. Kesalahan letak ini dapat diakibatkan oleh akumulasi gas yaitu methane dan karbondioksida. Dari 5 ekor sapi yang mengalami DA, 4 di antaranya berada pada sisi kiri. Dan rata-rata, pada tiap 100 ekor sapi ada 2 ekor mengalami DA. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh NADIS (National Animal Disease Information Service) pada 2003, gejala klinis yang muncul adalah tidak makan, penurunan produksi susu, kolik (nyeri pada perut) ringan, diare, dan 80% dari kasus DA diawali oleh kejadian ketosis subklinis. (Bersambung)
Berita diambil dari Majalah Trobos Edisi Oktober 2010
0 comments:
Post a Comment