![]() |
VS |

tips | info | feed | beef cattle | dairy cattle | monogastric
![]() |
VS |
Gambar di atas adalah contoh hasil uji kandungan sekam dalam katul. Amati perbedaan warna dan kandungan sekam dalam tiap sampel . Gambar diambil dari http://digs.by/c0MAxa. Artikel selengkapnya klik di http://digs.by/bTH95c atau http://digs.by/bneXVd |
Kira-kira 10-12 tahun yang lalu, yang jelas saya masih SD (Sekolah Dasar), saya nonton sebuah TV show di sebuah stasiun televisi, klo ga salah ANTV, saya juga sudah lupa apa nama acaranya, yang jelas di acara tersebut saya pertama kali melihat sang maestro marketing Asia, Mr. Hermawan Kartajaya memandu acara diskusi yang seingat saya membahas masalah multi level marketing (MLM). Namanya juga anak SD, saya jauh dan jelas pasti nggak ngerti apa yang dibicarakan mr Hermawan waktu itu. Tapi juga ga ada jaminan saya mengerti 100% konsep yang dia paparkan saat ini, hehe…Saya kemudian menemui kembali sebuah acara yg membahas konsep-konsep marketing oleh Hermawan Kartajaya di radio Smart FM ketika saya masih mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Saya begitu menyimak setiap paparan dan nasehat-nasehat marketingnya. Salah satu kata yang masih terngiang di telinga saya sampai saat ini adalah “Be credible on your promise”..:). Saya suka kata-kata tersebut, karena punya content, yang menurut saya sama dengan content nasihat hadist Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan untuk memenuhi janji, karena janji adalah hutang. Arek Suroboyo yang satu ini memang lihai dan cerdas dalam mensintesa dan memaparkan konsep-konsep marketing modern. Di tangannya, istilah marketing jadi sangat attractive. Saya yang kuliah bidang nutrisi pakan ternak, ikut-ikutan jadi marketer-maniak. Pokoknya maksa banget belajarnya, tapi feeling nya happy J. Apa yang saya tangkap (sebagian kecil aja, hehe) dari gambar besar konsep marketing mr hermawan di buku The MarkPlus Festival edisi 2008 adalah marketing as a tool, or marketing as an instrument, marketing adalah sebuah alat. Alat apakah itu? Yang jelas adalah alat untuk memasarkan, entah itu komoditas barang (susu, telur, daging etc) atau komoditas jasa (consulting service, teaching, lecturing etc). (bersambung)
Swasembada daging di Indonesia adalah salah satu problema yang belum terselesaikan dengan baik hingga saat ini. Terbukti dari rencana pemerintah yang akan masih mengimpor karkas dan sapi hidup dari Australia tahun ini. Presiden SBY pada tahun pertama pemerintahannya berusaha menyelesaikan masalah daging dengan mencanangkan program Swasembada Daging Nasional 2010. Namun program tersebut ternyata belum diikuti dengan keseriusan seluruh stakeholders sehingga belum berjalan dengan optimal. Data terbaru menyebutkan populasi sapi di Indonesia pada tahun 2007 relatif tetap dibandingkan pada tahun 2006 yaitu pada kisaran 10,5 juta ekor. Padahal kebutuhan akan daging sapi mengalami peningkatan, salah satu penyebabnya adalah adanya outbreak flu burung yang belum ditangani secara tuntas menyebabkan konsumen cenderung beralih dari daging unggas ke daging sapi. Ditjen Peternakan membuat target populasi sapi yang ideal pada tahun 2007 adalah 14.645.200 ekor dengan asumsi pertumbuhan penduduk 1,49%. Karena target tidak tercapai pemerintah pun bersiap-siap untuk meningkatkan jumlah impor sapi potong sebagai langkah preventif untuk menjaga populasi sapi lokal tetap sustain dan tetap menjaga kestabilan pemenuhan kebutuhan daging domestik. Apabila sapi lokal terus dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging domestik, dikhawatirkan menyebabkan degenerasi populasi sapi lokal dalam jumlah besar. Kegagalan pemerintah dan stakeholders dalam meningkatkan populasi sapi potong dan menjaga kestabilan produksinya sesuai target, menyebabkan terjadi saling tarik ulur antara pihak yang menginginkan konservasi sapi lokal sebagai plasma nutfah, pihak yang berkepentingan dalam usaha penyediaan karkas sapi potong dan pihak anti impor. Hal ini juga mengindikasikan cetak biru pembangunan peternakan di Indonesia masih kabur, sehingga berakibat pada kegagalan yang dialami setiap waktu. Cetak Biru Pembangunan Peternakan Cetak biru pembangunan peternakan seharusnya meliputi pembangunan segala aspek yang terkait sehingga terbentuk suatu peternakan yang sustain. Tapi juga jangan hanya sekedar sebatas cetak biru saja, harus diaplikasikan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi. Peternakan yang sustain dari sudut pandang peternak harus memenuhi tiga syarat penting yaitu biologi, ekologi dan sosio-ekonomi. Mengapa? Karena dengan terpenuhinya ketiga syarat tersebut maka peternakan yang terbentuk adalah peternakan yang memiliki kemandirian dalam menghasilkan populasi ternak yang berkualitas, relatif ramah lingkungan sekitar peternakan, diterima oleh masyarakat sekitar peternakan dan memiliki nilai profit tidak hanya bagi pemilik tapi juga bagi masyarakat sekitar dan perekonomian nasional. Sedangkan bagi pemerintah sebagai regulator, dinamisator dan katalisator harus betul-betul memaksimalkan peranan yang dimiliki sehingga langkah peternak tidak sia-sia. Membangun peternakan yang sustain dilihat dari sudut pandang peranan pemerintah adalah penyediaan SDM yang jelas berkualitas, menyediakan kredit peternakan dengan bunga khusus, membangun infrastruktur seperti pelabuhan dan pasar ternak yang memadai, alat transportasi khusus ternak yang memadai, kebijakan IB murah atau gratis bagi ternak rakyat, kebijakan standar harga sapi/pedet hidup dan karkas di tiap daerah yang dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak dan berbagai kebijakan lain yang benar-benar hasil analisa kondisi riil di lapang. Pemerintah kemudian juga dapat menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan pusat penelitian untuk mencari solusi teknologi sederhana dan tepat guna sehingga mampu memacu produktivitas peternakan dengan cara yang paling sederhana sekalipun. Kemudian teknologi tersebut dapat diujicobakan dan diaplikasikan ada UPT peternakan sehingga dapat terbentuk UPT peternakan yang layak dan mudah dicontoh oleh peternak dari skala kecil hingga skala besar. Mengapa harus swasembada? Pertanyaan itu dapat saja timbul di benak siapapun, karena mungkin belum paham betapa pentingnya untuk swasembada salah bahan pangan. Swasembada bahan pangan sumber protein hewani adalah salah satu kunci sukses untuk mencerdaskan bangsa. Swasembada bahan pangan adalah kunci sukses kebebasan atas hegemoni dan intervensi negara adikuasa. Sejarah telah membuktikan bahwa kehancuran suatu negara selalu akan dipicu dari dua hal yaitu krisis energi dan krisis pangan. Mengapa? Karena dengan kedua hal itu rakyat jelata dapat bertahan hidup. Ketika akses untuk pangan dan energi mengalami kebuntuan, maka gelombang sikap protes rakyat yang menderita akan menghempaskan pondasi kekuatan penguasa. Negara akan memasuki masa-masa yang labil dalam segala hal. Iklim politik akan memanas akibat tekanan yang bertubi-tubi. Pada akhirnya perekonomian negara mengalami kebangkrutan akibat iklim usaha yang tidak kondusif lagi. Oleh karena itu swasembada daging adalah mutlak untuk diraih sebagai satu bagian kecil dari langkah besar menuju kemakmuran dan kehormatan bangsa Indonesia. Kita harus sadar! Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pokok permasalahan dari mandegnya Program Swasembada Daging Nasional 2010 adalah kurangnya keseriusan dan komitmen dari pemerintah dan stakeholders. Oleh karena itu apabila memang menginginkan program yang dicanangkan ini benar-benar tercapai maka mari kita bersikap lebih serius dan selalu komitmen agar progam ini berhasil dan sustain. Keseriusan dan komitmen akan timbul apabila kita semua sadar bahwa ini adalah urgen dan tidak bisa ditawar lagi!. Nasib peternak di Indonesia tidak jauh dari nasib petani dan nelayan, selalu ditipu, ditindas dan dibuat susah. Oleh karena itu komitmen untuk mengangkat nasib peternak melalui berbagai kebijakan yang akan memudahkan peternak mutlak diperlukan jika kita memang orang yang benar. Kebijakan yang dibuat tidak berdasarkan kondisi riil lapang yang up to date, hanya akan jadi pepesan kosong belaka. (Malang, 21 Mei 2007)
Setelah perunggasan nasional hancur dengan jatuhnya harga ayam hingga di bawah BEP, baru-baru ini perunggasan negeri ini kembali harus menelan pil pahit. Tanggal 26 Februari 2007, Departemen Pertanian mengizinkan importasi 450 ton daging bebek beku asal Malaysia melalui pelabuhan Belawan, Medan. Departemen beralasan bahwa ini dilegalkan karena Malaysia sudah bebas flu burung (FB), selain itu untuk memenuhi kebutuhan daging bebek peking bagi restoran mewah dan hotel karena pasokannya masih kurang. Dari fenomena ini, tak terhindarkan timbul kesan, impor adalah solusi yang paling mudah diambil pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan bangsa ini. Salah satu tokoh perunggasan nasional berkomentar, kebijakan impor daging bebek lebih mengarah pada kepentingan sesaat tanpa memikirkan perkembangan perunggasan nasional. Pernah, 2003 Mentan Prof Bungaran Saragih berencana mengimpor telur dari Malaysia. Kebijakan tersebut banyak menuai kritik keras. Telur impor diyakini akan melemahkan pasaran telur lokal, karena harga telur impor jauh lebih murah. Dikhawatirkan kebijakan tersebut akan merugikan peternak lokal. Berdasarkan data yang ada, diketahui laju pertumbuhan peternakan broiler dan layer kala itu, dalam kurun 2000-2003 masing-masing 23,4 % dan 10,27 %.
Jangan Buang Devisa
Fakta Berkebalikan, Sebuah Ironi
Adalah sebuah ironi ketika negara ini lagi-lagi impor. Sementara plasma nutfah dan potensi alam begitu melimpah. Negeri ini punya itik Alabio, Mojosari dan berbagai ras itik lokal lain yang menunggu untuk dikembangkan lebih besar lagi. Sehingga konsep ketahanan pangan nasional dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dapat dicapai dengan mengandalkan produk negeri sendiri. Negeri ini katanya negeri agraris, maka idealnya menjadi net exportir produk pertanian termasuk peternakan. Fakta berkebalikan terjadi pada negara ini. Mayoritas pasokan kebutuhan pangannya dipenuhi produk impor. Mulai dari beras, daging sapi, susu, jagung dan sekarang ditambah daging bebek. Jangka pendek bisa jadi kebijakan ini menyelesaikan masalah. Tapi bagaimana dengan akibat jangka panjang?
Iri yang Mengkhawatirkan
Tak menutup kemungkinan kebijakan impor daging bebek ini membuat iri impor-impor produk peternakan yang lain. Akhirnya, ketika terjadi kekurangan pasokan produk peternakan lain, impor menjadi sebuah solusi primadona. Ini sangat mengkhawatirkan. Permasalahan yang menimpa bangsa ini sudah sangat kompleks, maka seyogyanya satu persatu masalah tersebut dikikis. Permasalahan peternakan adalah permasalahan ketahanan pangan, dan permasalahan pangan adalah permasalahan vital yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak. Permasalahan ini harus ditangani secara profesional dengan mempertimbangkan banyak aspek terutama bagaimana efeknya pada masa mendatang. Permasalahan pangan bangsa ini harus dituntaskan dengan segera. Dan swasembada adalah cara terbaik dalam menyelesaikan masalah ini. Anda punya pendapat lain ?
(artikel ini diterbitkan di majalah Trobos edisi 1 Mei 2007 atau klik di Impor Bebek, Solusi Cerdas bagi Ketahanan Pangan?)
Peternakan sapi potong maupun sapi perah di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan. Dalam hal ini perkembangan ke arah peternakan komersial dengan konsep manajemen yang lebih baik. Manajemen yang lebih baik artinya mampu mengelola peternakan dengan baik sehingga produktifitasnya tinggi, efisiensi tinggi dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan peternakan konvensional. Pertanyaan lain yang muncul, apa itu bio-industri?.. Dalam pemahaman saya, definisi dasar bio-industri adalah suatu proses yang merubah bahan pakan (organic matter) menjadi produk pangan hewani (food) berkualitas, dengan memanfaatkan kemampuan organis me/mahluk hidup tertentu, dalam waktu yang relatif singkat dan se-efisien mungkin. Saya lebih suka menggunakan kata organisme karena cakupannya lebih luas ketimbang hanya menggunakan idiom sapi potong atau sapi perah. Karena fakta yang terjadi, proses produksi daging dan susu, bukan semata peranan organisme bernama sapi, tetapi juga mikro-organisme yang berada di dalam saluran pencernaan sapi, seperti protozoa, fungi dan bakteri yang membantu mencerna bahan pakan menjadi zat-zat essensi yang dibutuhkan untuk sintesa daging dan susu. Paradigma bio-industri dalam mengelola peternakan sapi potong/perah sangat penting, karena berkaitan dengan peningkatan daya saing dengan peternak lain di luar negeri yang sudah sejak lama menerapkan konsep peternakan modern. Tanpa perubahan paradigma, saya sangat yakin kita tidak akan mampu bersaing dengan peternak asing.
Setelah konsep dasar peternakan dibangun, maka selanjutnya dibutuhkan tenaga pelaksana yang handal untuk mengeksekusi konsep dasar atau paradigma dasar tadi. Dalam hal ini dimulai dari peranan seorang manager farm atau bahkan sang owner sendiri yang merangkap sebagai manager farm, harus memiliki kapabilitas dan kapasitas yang cukup agar usaha peternakan mencapai prestasi yang diharapkan. Selanjutnya adalah peranan tenaga pembantu/supervisor yang terlatih dan terampil dalam tata laksana peternakan. Fasilitas peternakan yang bagus seperti kandang, feedbank, gudang pakan, alat produksi pakan, alat transportasi pakan, sumber dan instalasi air bersih, instalasi limbah dan aspek keamanan lingkungan sekitar usaha peternakan akan memberikan kontribusi yang besar sebagaimana kalangan industri non-bio yang sangat memperhatikan peranan fasilitas tambahan dalam memacu produksi dan efisiensi usaha. Komponen-komponen dasar usaha peternakan modern yang “dimiripkan” dengan usaha industri/pabrik inilah yang akan tinggi produktifitasnya dan kuat daya saingnya.
![]() |